Rabu, 01 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
hanya bangsa yang besar berani melompat jauh bagai kuda srmbrani, berlari bagai busur angin, menjemput peradaban tanah pembebasan tanpa penjajahan meski oleh bangsa sendiri ........
Bersumber dari teori romantisme yaitu “identitas budaya”, debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Peran politik perempuan dalam dunia politik seakan beraneka ragam. Wilayah cakupan politik yang mampu dimainkan masih sebatas wacana dalam diskusi dan pelatihan. Dalam pergumulan politik, sebenarnya perempuan bisa menembus apa saja dengan kualitas yang dimilikinya. Ia mampu menjadi pemimpin dari tingkat kepala desa sampai presiden dan wilayah publik yang signifikan. Namun harapan itu sangat jauh dari kenyataan dilapangan. Perempuan banyak yang ditolak oleh komunitasnya sendiri ketika ingin berperan lebih. Banyak kalangan perempuan yang tidak siap dan mendukung ketika sesama perempuan maju bersaing dalam sebuah ranah politik.
Ketiadaan dukungan dari sebagian perempuan tentu didasari oleh stigma dimasyarakat yang menilai perempuan cukup jadi makmum saja. Sehingga kesempatan tersebut kandas dan dimainkan oleh laki-laki kembali. Pertarungan di wilayah politik memang penuh intrik antara siapa mempengaruhi siapa. Persoalan pengaruh inilah yang harus digalang dari solidaritas kaum perempuan untuk memberi kepercayaan kepada para perempuan yang berkualitas dalam bidangnya. Pembelaan dari sesama kaum perempuan perlu menjadi cetak biru jika ingin manabrak budaya yang mendominasi.
Kesiapan perempuan untuk maju secara berani mengambil inisiatif dalam segala kebijakan menyangkut hidupnya dan kebaikan masyarakatnya penting diartikulasikan. Penguatan sipil sebagai bangunan kokoh suatu tatanan negara selayaknya menjadi konsen para aktivis perempuan untuk mendampingi kalangan perempuan yang tertinggal. Karena kita tidak mungkin maju sendirian, sementara para perempuan yang lain masih tertinggal pengetahuannya dan terbelenggu oleh mitosnya sendiri yang membelenggu kiprahnya dibidang politik. Perjuangan Kartini masih tetap relevan dengan situasi masa kini. Karena pada intinya, perjuangan Kartini adalah perjuangan pembebasan atas ketertindasan melalui pendidikan dan pengajaran.
Perjuangan Kartini, yang sudah berumur satu abad lebih. Tetapi, masih kita saksikan banyak perempuan terpuruk karena terbatasnya perolehan mereka di bidang pendidikan. Terbatasnya modal pendidikan itu membuat terbatasnya lapangan kerja bagi mereka dan ini menimbulkan rentannya wanita terhadap kekerasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar